TUCoGUAlTSz7GSroTUrlBSAlGA==

Tidak Dilibatkan dalam RDP Pemko dan DPRD Bukittinggi, PT Inanta Bhakti Utama Beberkan Hal ini



BUKITTINGGI - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bukittinggi mengundang Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dengan pelaksanaan pengerjaan proyek drainase primer di jantung Kota Bukittinggi, Kamis 5 Januari 2022, di Aula Gedung DPRD Bukittinggi.  

RDP yang berlangsung secara tertutup ini, membahas tentang seputar pembangunan drainase primer di Jalan Perintis Kemerdekaan Bukittinggi yang menggunakan dana APBD Bukittinggi dengan pagu dana sebesar Rp12,9 Miliar, yang akhirnya berujung kepada pemutusan kontrak terhadap kontraktor pelaksana proyek ini, PT Inanta Bhakti Utama pada akhir Desember 2021 lalu

Agenda rapat yang dilaksanakan bersama Pemerintah Kota Bukittinggi ini mulanya dijadwalkan berlangsung pukul 09.00 WIB, yang kemudian di skors selama 30 menit. Namun penjadwalan skorsing berlangsung lama, hingga dilanjutkan pada pukul 13.30 WIB, sembari menunggu kehadiran Walikota Bukittinggi, Erman Safar dalam rapat itu.

Situasi RDP sempat memanas, pasalnya rekanan dari PT Inanta Bhakti Utama, Awaludin Rao sebagai Manager sekaligus sebagai salah seorang pemegang saham dari perusahaan pemenang tender itu,  juga ikut hadir di kantor DPRD secara mendadak.



"Memang saya tidak dipanggil ke sini, tapi saya dapat kabar bahwa sekarang ada RDP yang menyangkut dengan persoalan drainase dan perusahaan saya (PT Inanta Bhakti Utama). Karena itu lah, saya berinisiatif untuk datang sendiri dan meminta bapak-bapak yang terhormat untuk melibatkan saya dalam pembahasan ini," terangnya di depan Gedung DPRD Bukittinggi.

Namun karena tidak dilibatkan, Awaludin Rao mengaku kecewa. Ironisnya, pejabat Pemko Bukittinggi yang selama ini berurusan dengan saya dalam pelaksanaan pekerjaan ini malah berlagak pilon. Sepertinya mereka tidak pernah mengenal dan berkomunikasi dengan saya, ujarnya.

"Sebagai Warga Negara Indonesia, kami punya hak juga untuk membela diri dalam persoalan ini. Kami tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan apa faktor yang menyebabkan pemutusan kerja. Seperti ada unsur politis sejak kami pertama memenangkan lelang pekerjaan ini, yang membuat perusahaan kita digiring supaya lalai dalam pengerjaan proyek ini,"urai Awaludin Rao. 

Jika tidak ada titik temu penyelesaian persoalan, Awaludin Rao mengaku akan menempuh jalur hukum. Kami akan daftarkan masalah pemutusan kontrak kerja pembangunan proyek drainase oleh Pemko Bukittinggi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sambungnya. 

Selain itu, Awaludin Rao menuturkan, kehadiran saya di sini ingin menjelaskan terkait pekerjaan yang telah dilaksanakan, dan saya ingin menyampaikan setelah pemutusan kontrak dan penandatanganan kesepakatan bobot akhir pekerjaan, sisa uang nya belum dibayarkan, saya seperti diimingi saja. Ini tentu  tidak sesuai dengan aturan yang ada, ulasnya. 

Awaludin Rao juga membeberkan, kegagalan proyek ini, ada kaitannya dengan intervensi dari pejabat daerah. Dari masa pengumuman lelang sampai dengan masa kontrak itu memakan waktu 1 bulan lebih. 

"Untuk itu, saya juga menela'ah, menurut pengakuan orang-orang yang bersangkutan seperti Pak Bambang dan Pak Kadis PUPR, mereka sepertinya sudah menjadi korban dari proyek ini, karena dalam tanda kutip ada keinginan mereka ingin menggagalkan saya sebagai kontraktor pelaksana sehingga membuat pekerjaan molor dalam waktu yang sangat panjang, efektifnya kami bekerja hanya dua bulan saja, itupun bekerjanya pada malam hari," kata Awaludin Rao. 

Dikatakan juga oleh Awaludin Rao, termasuk juga saat kontrak tengah berjalan, ada intervensi-intervensi yang tidak beralasan yang menunda -nunda pelaksanaan pekerjaan ini, gambar menhol pengerjaan juga datangnya setelah kami mulai bekerja, tukuknya. 

Menyikapi perlakuan Pemko Bukittinggi seperti itu kepada saya, maka saya layangkan surat keberatan atas surat pemutusan kontrak kerja dan surat berita acara final quantity dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Pemko Bukittinggi. 

Selanjutnya, tanpa harus tunggu tanggapan dari PPK Dinas PUPR Pemko Bukittinggi dalam 10 hari kerja, itu yang menjadi dasar baru kita daftarkan gugatan ke PTUN, tutupnya. 

Sementara itu, Walikota Bukittinggi , Erman Safar dalam kesempatan itu juga menyebutkan, Pemko Bukittinggi pada 28 Desember 2021, sudah menyurati Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tentang boleh tidaknya menggunakan atau menganggarkan kembali dalam penyelesaian pekerjaan proyek drainase.

"Pekerjaan itu telah mengganggu kepentingan ekonomi masyarakat kota, karena jalur pekerjaan berada di titik kawasan ekonomi padat. Jadi BPKP sudah memberikan surat kepada Pemko, dan boleh dianggarkan kembali untuk penyelesaian pekerjaan di 2022 melalui mekanisme pergeseran anggaran," tuturnya.

Erman Safar juga menegaskan secara kontraktual  kami tidak mengenal nama Awaludin Rao, meskipun dia sebagai pelaksana kegiatan dan sebagai salah seorang pemilik perusahaan PT Inanta Bhakti Utama. Kita hanya mengenal nama Gusraini Rao  karena nama itulah yang melakukan kontrak kerja dengan Pemko Bukittinggi dalam pelaksanaan pekerjaan drainase primer ini, pungkasnya. (Jtr)

Type above and press Enter to search.