TUCoGUAlTSz7GSroTUrlBSAlGA==

Pungut Retribusi Tanpa Perda, Pemko Bukittinggi Kembali Digugat Karena Perbuatan Melawan Hukum

 

Juru Bicara Pedagang Bukittinggi, Young Happy.


BUKITTINGGI - Disinyalir melakukan perbuatan melawan hukum, Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi kembali digugat oleh pedagang yang merasa dirugikan dengan terbitnya Peraturan Walikota (Perwako) Bukittinggi No 40 dan 41 Tahun 2018, tentang peninjauan tarif retribusi ke Pengadilan Negeri Kelas I B Bukittinggi.

Sementara itu, hingga saat ini agenda persidangan kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Pemko Bukittinggi ini yang terdaftar dalam gugatan Perdata no 42/pdt 6 2021 yang didaftarkan oleh Isnawati dan Radiah, serta gugatan Perdata no 43/Pdt 6 tahun yang didaftarkan oleh Arnita pada 4 Oktober 2021 ini, masih dalam  upaya proses mediasi dengan pihak Pemko Bukittinggi.

Menurut Kuasa Hukum Penggugat, Ton Hanafi, SH,  Senin 15 November 2021, yang dirubah oleh Pemko dalam Perwako 40 adalah perubahan tarif retribusi dalam Pasal 8 Perda Nomor 15 tahun tahun 2013, sedangkan yang dirubah dalam Perwako 41 adalah Pasal 8 Perda 16 tahun 2013.

Menurut kami, tarif retribusi harus ditetapkan dengan Perda bukan dengan Perwako seperti yang dilakukan oleh Pemko Bukittinggi saat ini. Gugatan ini dilakukan karena tidak adanya kesepahaman, ujarnya.

Sementara itu Juru Bicara para pedagang yang menggugat persoalan ini, Young Happy menyebutkan, kenapa gugatan ini dilakukan, karena Walikota Bukittinggi, Erman Safar dinilai telah melanggar janji politiknya, dengan tidak mencabut Perwako No 40/41 Tahun 2018, dan hanya melakukan perubahan tarif dengan menerbitkan Perwako 25 dan 27 tahun 2021. Seharusnya, Perwako ini ditindak lanjuti dengan penetapan Perda yang baru, sehingga menjadi Perda, sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 156 tentang Retribusi Daerah. Sementara Perwako ini baru dalam taraf peninjauan, sebutnya.

Young Happy membeberkan, masyarakat Pedagang di Bukittinggi sejak awal tahun 2019 telah dipaksa membayar retribusi toko, kios, lapak, PKL dengan Perwako yang tidak sesuai dengan aturan hukum. Pemaksaan terhadap pedagang membayar retribusi yang besarnya berkali lipat dari biasanya, itu memakai Peraturan Walikota Bukittinggi Nomor 40 dan 41 tahun 2018, tambahnya.

"Retribusi boleh dipungut pemerintah, tapi harus dengan Peraturan Daerah, berdasarkan Undang No 28 tahun 2009, tentang pajak dan retribusi daerah, bukan memakai Peraturan Walikota," tukas Young Happy.

Kita lihat juga, dua Perwako itu mencabut pasal tentang tarif retribusi yang ditetapkan pada Perda, lalu dengan Perwako tarif retribusi dinaikkan berkali lipat. Pungutan Perwako itu merupakan perbuatan melawan hukum, dan mestinya batal demi hukum, tukuknya.

Pedagang kemudian menggugat Pemko Bukittinggi karena telah dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, karena mengambil retribusi dengan Perwako bukan dengan Perda.

Young Happy juga menjelaskan, ada dua Peraturan Daerah tentang pungutan retribusi yakni Perda Nomor 15 tahun 2013 tentang Tarif Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan. Dan Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2013 tentang Tarif Retribusi Pelayanan Pasar.

Perda Nomor 15 Tahun 2013 mengatur struktur dan besaran Tarif Retribusi toko grosir, toko berdasarkan lokasi pasar, blok, lantai dengan tarif berbeda per meternya. Tarif Retribusi  Toko Grosir paling tinggi Rp12.000 per meter/bulan, tarif paling rendah Rp8.000 per meter/bulan.

Sementara itu, Tarif Retribusi Toko paling tinggi Rp 9.500 per meter/bulan, tarif paling rendah Rp 7.000 per meter/bulan. (pasal 8, Perda 15 Tahun 2013).

Dalam Perda Nomor 16 Tahun 2013 mengatur struktur dan besaran Tarif Retribusi Pelayan atas sarana pasar, yang besaran tarifnya berdasarkan lokasi pasar.

Besaran Tarif Retribusi Kios paling tinggi Rp 6.500 per meter/bulan, pelataran parkir Rp 1.500 per meter/hari, lapangan berupa los, lapak, kios bulanan Rp 5.000 per meter/bulan, PKL Rp 500/m/hari. (Pasal 8, Perda 16 Tahun 2013).

Perda 15 dan 16 tahun 2013 dibuat dan sudah berjalan di masa Walikota Bukittinggi sebelumnya.

Kronologis awalnya menurut Young Happy, saat Walikota Bukittinggi periode sebelumnya, Ramlan Nurmatias, pada akhir tahun 2018 lalu menerbitkan 2  Perwako Bukittinggi, yakni Pertama, Peraturan Walikota Nomor 40 tahun 2018 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan. Kedua, Peraturan Walikota Nomor 41 tahun 2018 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pelayanan Pasar.

Kedua Perwako tersebut diterbitkan  Walikota Bukittinggi tertanggal 28 Desember 2018. Dan mulai diberlakukan mulai Januari 2019.

"Tentu saja, kedua Perwako tersebut bukan sebagai peraturan pelaksana Perda. Juga bukan peraturan yang diterbitkan karena terjadinya kekosongan aturan," ucap Young Happy.

Perwako nomor 40 Tahun 2018 melakukan peninjauan Tarif Retribusi Pasar Grosir dan Toko yang baru. Pada Perwako ini Tarif Retribusi Pasar Grosir ditetapkan/dinaikkan secara merata menjadi Rp 60.000 per meter/bulan dan Tarif Retribusi Toko ditinjau/dinaikkan secara merata Rp 20.000 per meter/bulan (Pasal 3, Perwako 40 Tahun 2018)

Dan Perwako nomor 41 Tahun 2018 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pelayanan Pasar, di mana dengan Perwako itu ditetapkan peninjauan Tarif Retribusi yang baru.

Pada Perwako ini, bunyinya baru peninjauan tarif belum ditetapkan oleh Perda. Hal inilah yang menjadi dasar dari gugatan pedagang kepada Pemko Bukittinggi, ulasnya.

Young Happy juga mengatakan, para pedagang meminta Pemko Bukittinggi menghormati proses hukum, dan tidak melakukan pungutan kepada masyarakat pedagang dengan Perwako. Kami minta Pemko Bukittinggi menghentikan pemungutan dengan Perwako peninjauan retribusi, sampai adanya keputusan incraht dari lembaga peradilan, pungkasnya.(Jtr)

Type above and press Enter to search.