(dok, fb)
ARTIKEL, GoSumatera -- Mengapa banyak orang cerdas justru gampang termakan isu? Karena kekuatan logika sering runtuh di hadapan bisikan emosi. Tidak sedikit orang yang merasa dirinya bijak, tetapi akhirnya terseret dalam konflik karena kata-kata manis yang memanaskan suasana.
Fakta menariknya, dalam buku The Psychology of Rumor karya Gordon W. Allport dan Leo Postman (1947), dijelaskan bahwa 70 persen rumor yang menyebar dalam suatu kelompok biasanya mengalami distorsi sesuai kepentingan penyampainya. Artinya, yang kita dengar belum tentu fakta, melainkan refleksi dari emosi orang lain.
Dilansir dari group fb logika filsuf, dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat orang tiba-tiba marah hanya karena cerita sepotong dari rekan kerjanya, atau keluarga yang retak hanya karena kabar miring yang dibumbui. Padahal, jika kita kuasai seni menahan diri, logika, dan kejernihan batin, kita tidak akan mudah dimanfaatkan. Inilah tujuh hal yang bisa membuatmu kebal dari adu domba.
1. Melatih Kejernihan Emosi
Allport menekankan bahwa emosi adalah bahan bakar rumor. Orang yang cepat marah biasanya paling mudah diadu domba. Dalam keseharian, ketika temanmu berkata bahwa orang lain menjelekkanmu, respon pertama biasanya emosional, bukan analitis. Inilah jebakan klasik yang membuat konflik semakin membesar.
Contohnya, di kantor sering ada rekan yang sengaja membocorkan informasi setengah matang agar dua pihak saling curiga. Jika kamu langsung tersulut, permainan mereka berhasil. Tetapi dengan melatih kejernihan emosi, misalnya menunda reaksi atau mencari verifikasi, tensi konflik bisa langsung mereda.
Kekuatan ini bukan berarti menekan perasaan, melainkan menguasainya. Orang yang bisa menahan diri sejenak akan lebih jernih membaca maksud tersembunyi. Dan di sinilah titik awal kekebalan terhadap adu domba.
2. Memahami Pola Distorsi Informasi
Dalam buku tersebut dijelaskan adanya tiga pola dalam rumor: leveling (memotong detail), sharpening (menonjolkan bagian tertentu), dan assimilation (membumbui sesuai bias pribadi). Pola ini terjadi hampir di setiap percakapan yang sarat konflik.
Di media sosial, contohnya jelas. Sebuah potongan video 10 detik bisa menghancurkan reputasi seseorang jika dipisahkan dari konteksnya. Leveling dan sharpening bekerja di sini. Orang yang kritis akan segera bertanya: apa konteks lengkapnya? apa yang dipotong?
Kalau kita terbiasa menganalisis pola distorsi, kita tidak akan buru-buru percaya. Justru kita menjadi lebih tahan terhadap provokasi. Sedikit latihan seperti ini bisa membuatmu lebih stabil dalam relasi sosial.
3. Meningkatkan Literasi Psikologi Sosial
Allport menegaskan bahwa rumor bukan sekadar berita bohong, melainkan fenomena psikologi massa. Orang yang paham mekanismenya akan lebih siap menghadapi manipulasi.
Misalnya, ketika dua rekan kerja tampak berseteru, ada kemungkinan pihak ketiga yang mengorkestrasi. Orang yang mengerti dinamika psikologi sosial tidak buru-buru memilih pihak, tetapi melihat sistem yang bermain.
Di titik ini, literasi psikologi bukan sekadar ilmu, melainkan tameng. Pengetahuan seperti ini yang sering saya bahas lebih dalam di logikafilsuf, karena hanya dengan memahami dasar teorinya, kita bisa benar-benar kebal terhadap adu domba.
4. Menguasai Seni Verifikasi
Dalam praktik sehari-hari, hal sederhana seperti bertanya langsung kepada pihak terkait bisa mencegah konflik besar. Buku The Psychology of Rumor menekankan bahwa rumor bertahan karena tidak ada verifikasi. Begitu orang mendapat akses pada sumber utama, rumor kehilangan kekuatannya.
Contohnya, dua sahabat bisa putus hubungan hanya karena kabar bahwa salah satunya menjelekkan yang lain. Padahal, kalau salah satunya berani bertanya secara langsung, masalah selesai dalam sekejap.
Verifikasi adalah kebiasaan yang jarang dilakukan. Tetapi sekali kita membiasakannya, rumor akan kehilangan taring. Justru hubungan menjadi lebih kuat karena dibangun atas kepercayaan, bukan bisikan.
5. Mengendalikan Rasa Ingin Cepat Bereaksi
Rumor hidup karena orang ingin cepat bereaksi. Dalam psikologi, ini disebut kebutuhan akan “closure”, yaitu keinginan menutup ketidakpastian dengan segera. Namun reaksi cepat biasanya salah arah.
Dalam dunia kerja, misalnya, atasan yang mendengar kabar burung lalu langsung memarahi stafnya sering membuat masalah lebih besar. Padahal, sedikit jeda bisa memberi ruang bagi informasi lengkap masuk.
Menunda reaksi bukan kelemahan, melainkan bentuk kontrol diri. Orang yang bisa menunda reaksi akan lebih dihormati karena tidak gampang diprovokasi. Inilah yang membuat mereka sulit diadu domba.
6. Menumbuhkan Empati Seimbang
Allport menyinggung bahwa rumor sering berkembang karena ketidakpercayaan dan kurangnya empati. Jika kita hanya melihat dari satu sisi, mudah bagi provokator untuk memutarbalikkan narasi.
Dalam kehidupan nyata, seorang teman bisa berkata, “Dia tidak suka kamu.” Tetapi jika kamu punya empati seimbang, kamu bisa berpikir: mungkin orang itu hanya sedang lelah, mungkin ia juga salah paham. Empati mencegah kita melabeli seseorang dengan cepat.
Dengan empati, kita tidak buru-buru menempatkan orang dalam kubu “lawan”. Justru kita menjadi jembatan yang meredakan konflik. Inilah kualitas yang membuatmu kuat dan stabil dalam relasi sosial.
7. Menjadi Sumber Narasi yang Kuat
Rumor tumbuh subur di ruang kosong. Jika kita tidak punya narasi kuat tentang diri kita, orang lain akan dengan mudah mengisinya dengan cerita versi mereka.
Misalnya, dalam komunitas kerja, orang yang konsisten dengan tindakannya akan lebih sulit difitnah, karena banyak saksi yang bisa mengonfirmasi integritasnya. Tetapi orang yang tidak jelas sikapnya, mudah sekali dijadikan bahan adu domba.
Buku Allport dan Postman mengingatkan bahwa kontrol atas identitas diri adalah benteng terakhir. Jika kita punya reputasi dan konsistensi, adu domba akan kehilangan pengaruh.
Menjadi kebal dari adu domba bukan berarti anti kritik, tetapi punya fondasi kuat untuk tidak mudah goyah.
Apakah kamu pernah mengalami momen di mana orang mencoba mengadu domba dirimu dengan orang lain? Tulis pengalamanmu di kolom komentar dan bagikan tulisan ini agar semakin banyak orang sadar betapa pentingnya kebijaksanaan dalam menghadapi rumor.(**)
Komentar0